![]() |
Kesenian Tarian Dongkrek Asli Madiun Yang Terlupakan Oleh Gen Z |
Ditengah kemajuan teknologi dan modernisasi gaya hidup masyarakat Indonesia, berbagai warisan budaya tradisional perlahan mulai kehilangan pamornya, bahkan nyaris tenggelam tanpa jejak. Salah satu bentuk budaya yang mengalami nasib serupa adalah kesenian Dongkrek, sebuah seni pertunjukan khas dari Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Meski memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi, Dongkrek kini hanya dikenal segelintir orang, bahkan sebagian besar generasi muda—khususnya generasi Z—tidak mengenal atau pernah mendengar namanya.
Di era digital seperti sekarang, semua hal dapat diakses dengan mudah hanya dalam genggaman tangan. Musik modern, film luar negeri, hingga konten hiburan dari berbagai negara dengan cepat merasuki kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam pusaran arus informasi dan hiburan tersebut, banyak kesenian tradisional yang tidak mampu bersaing dalam hal daya tarik visual maupun eksistensinya di media sosial. Dongkrek, yang dulunya menjadi sarana hiburan sekaligus ritual tolak bala masyarakat Madiun, kini semakin sulit ditemukan, bahkan dalam acara kebudayaan lokal sekalipun.
Padahal, Dongkrek bukan sekadar pertunjukan seni. Di balik topeng-topeng kayu dan irama tabuhan khas yang menghentak, tersembunyi nilai-nilai spiritual, historis, dan sosial yang penting untuk dipahami generasi masa kini. Dongkrek dahulu menjadi simbol perjuangan dan persatuan warga dalam menghadapi wabah penyakit dan gangguan makhluk halus yang dipercaya mengancam keselamatan kampung. Kini, kisah dan makna di balik pertunjukan Dongkrek hampir sepenuhnya dilupakan, kalah oleh gemerlap pertunjukan musik kontemporer atau festival budaya impor yang lebih dikemas secara modern.
Minimnya pelestarian, kurangnya dukungan dari institusi kebudayaan, serta tak adanya regenerasi seniman Dongkrek menjadi alasan utama mengapa kesenian ini semakin sulit ditemukan. Generasi muda yang tumbuh dalam dunia digital lebih akrab dengan K-Pop, drama Korea, atau musik EDM daripada dengan pertunjukan rakyat dari daerahnya sendiri. Fenomena ini menjadi alarm keras bagi pelestarian budaya bangsa. Jika tak segera dilakukan upaya penyelamatan, bukan tidak mungkin Dongkrek hanya akan tinggal dalam catatan sejarah, tidak lagi menjadi bagian dari kebudayaan yang hidup di masyarakat.
Artikel ini akan mengupas secara lengkap tentang apa itu kesenian Dongkrek, asal muasalnya, siapa yang memperkenalkannya pertama kali, serta eksistensinya saat ini. Di dalamnya juga dibahas bagaimana generasi Z nyaris tidak tahu menahu tentang Dongkrek, dan bagaimana kita sebagai bangsa harus merespons kondisi ini agar seni warisan leluhur tersebut bisa terus bertahan dan dikenali sepanjang zaman.
Apa Itu Kesenian Dongkrek?
Kesenian Dongkrek adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Dongkrek merupakan perpaduan antara seni musik, tarian, dan teatrikal yang kental dengan unsur magis dan spiritual. Ciri khas utama dari pertunjukan ini terletak pada penggunaan alat musik ritmis dari kayu dan bambu, serta penampilan para penari yang mengenakan topeng dengan ekspresi menyeramkan, seperti sosok buto atau jin jahat.
Awalnya, Dongkrek dimainkan sebagai sarana ritual tolak bala, terutama saat desa dilanda pagebluk (wabah penyakit) atau bencana. Dalam pertunjukan Dongkrek, ada cerita simbolis tentang perjuangan antara kebaikan dan kejahatan, dengan harapan mampu mengusir roh-roh jahat penyebab penyakit atau malapetaka.
Kesenian Dongkrek Asli Kota Mana?
Dongkrek adalah kesenian asli dari Kabupaten Madiun, tepatnya dari wilayah Kecamatan Mejayan. Seni ini lahir dari akar budaya masyarakat agraris yang kental dengan kepercayaan terhadap dunia gaib. Masyarakat Madiun sejak dahulu meyakini bahwa penyakit dan musibah sering kali datang dari gangguan makhluk halus. Maka, Dongkrek diciptakan sebagai media untuk melawan kekuatan-kekuatan tak kasatmata tersebut melalui tabuhan dan gerakan simbolik yang disajikan dalam pertunjukan.
Kapan Kesenian Dongkrek Diperkenalkan?
Menurut catatan budaya lokal, kesenian Dongkrek mulai diperkenalkan pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1920-an. Saat itu, masyarakat Desa Mejayan dikejutkan oleh merebaknya penyakit misterius yang menyerang penduduk. Sebagai bentuk perlawanan terhadap penyakit yang diyakini sebagai ulah makhluk halus, tokoh masyarakat dan spiritual desa menginisiasi pertunjukan Dongkrek untuk mengusir roh jahat.
Seiring waktu, pertunjukan ini berkembang menjadi bagian dari kegiatan budaya tahunan, terutama dalam rangka bersih desa dan perayaan kemerdekaan. Namun, popularitasnya tidak pernah meluas ke luar Madiun secara signifikan, dan hanya dikenal secara lokal.
Apakah Kesenian Dongkrek Masih Eksis?
Hingga saat ini, kesenian Dongkrek masih eksis, meski keberadaannya sangat terbatas. Pemerintah Kabupaten Madiun sempat memasukkan Dongkrek ke dalam agenda pariwisata budaya dan menjadikannya ikon seni lokal. Beberapa sanggar masih berusaha melestarikan Dongkrek melalui pelatihan dan pementasan pada event tertentu.
Namun demikian, eksistensi Dongkrek sangat bergantung pada dukungan pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat. Minimnya regenerasi seniman dan kurangnya promosi di media sosial menjadikan Dongkrek sulit bersaing dengan hiburan modern yang lebih interaktif dan visual.
Gen Z Tidak Tahu Kesenian Dongkrek?
Ironisnya, mayoritas generasi Z di Madiun bahkan tidak mengetahui keberadaan Dongkrek. Mereka lebih familiar dengan tren TikTok, game online, atau budaya pop Korea daripada seni tradisional dari daerahnya sendiri. Ini bukan kesalahan mereka semata, tetapi mencerminkan kurangnya edukasi budaya dalam kurikulum sekolah serta kegagalan institusi kebudayaan dalam membangun narasi yang menarik tentang kesenian lokal.
Padahal, jika dikemas dengan pendekatan kreatif dan kontemporer, Dongkrek bisa menjadi daya tarik unik yang menggabungkan budaya, sejarah, dan hiburan. Sayangnya, belum banyak pihak yang melakukan terobosan untuk memperkenalkan Dongkrek dengan format yang cocok untuk generasi digital.
Siapa yang Memperkenalkan Kesenian Dongkrek Pertama Kali?
Orang yang pertama kali memperkenalkan kesenian Dongkrek adalah seorang tokoh spiritual dari Desa Mejayan bernama Mbah Hardjo, yang dipercaya memiliki kemampuan supranatural dan pengaruh besar di masyarakat saat itu. Mbah Hardjo menciptakan Dongkrek sebagai bentuk ikhtiar kolektif untuk melawan pagebluk yang menyerang desa.
Dengan berbekal kepercayaan masyarakat dan pengetahuannya tentang musik tradisional, Mbah Hardjo menggagas pertunjukan Dongkrek yang menyatukan musik, tari, dan ritual. Pertunjukan ini kemudian diwariskan turun-temurun dan sempat menjadi agenda wajib dalam ritual adat di Mejayan.
Kesenian Dongkrek adalah warisan budaya yang sarat makna dan sejarah, namun saat ini nyaris dilupakan oleh generasi penerusnya. Sudah waktunya semua elemen masyarakat—pemerintah, lembaga budaya, sekolah, hingga influencer lokal—bersatu dalam upaya pelestarian Dongkrek agar tidak sekadar menjadi cerita usang. Mari hidupkan kembali suara kayu dan tabuhan bambu dari Madiun, agar Dongkrek tetap berdentum, menggetarkan hati generasi masa depan.
Rate This Article
Thanks for reading: Kesenian dongkrek asli Madiun yang terlupakan, Sorry, my English is bad:)