Mengapa Maroko Melarang Masyarakat Berkurban

negara Maroko Melarang rakyatnya sembelih kurban.

negara Maroko Melarang rakyatnya sembelih kurban


Rabat – Menjelang perayaan Idul Adha 2025, keputusan pemerintah Maroko untuk melarang masyarakat berkurban menuai sorotan tajam, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional. Keputusan ini menjadi perbincangan luas karena dinilai tidak lazim, mengingat ibadah kurban merupakan bagian dari syariat Islam yang sangat penting pada Hari Raya Idul Adha.

Namun, pemerintah Maroko menegaskan bahwa larangan tersebut bukanlah pelarangan terhadap ibadah kurban secara keagamaan, melainkan tindakan sementara demi menjaga kepentingan masyarakat secara luas. Apa sebenarnya alasan di balik larangan ini? Berikut ulasan lengkapnya.


Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Kementerian Pertanian, Perikanan, Pembangunan Pedesaan dan Air dan Hutan Maroko, larangan berkurban untuk tahun ini diputuskan menyusul meningkatnya risiko penyebaran penyakit hewan menular, khususnya penyakit mulut dan kuku (PMK) yang baru-baru ini kembali mewabah di beberapa wilayah.

Pemerintah menyatakan bahwa hewan-hewan ternak di sejumlah provinsi telah menunjukkan gejala penyakit menular, yang bisa menyebar dengan cepat melalui aktivitas jual beli hewan dan proses penyembelihan massal.

“Keputusan ini bersifat sementara dan didasarkan pada laporan epidemiologi terbaru. Kami tidak melarang ibadah kurban, tetapi menjaga agar masyarakat tidak terdampak wabah yang bisa mengganggu kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan nasional,” ujar juru bicara Kementerian Pertanian dalam konferensi pers di Rabat, awal Juni 2025.

 

Selain alasan kesehatan, larangan ini juga dipicu oleh krisis ketersediaan hewan ternak, yang disebabkan oleh kekeringan berkepanjangan dan naiknya biaya pakan ternak.

Dalam beberapa tahun terakhir, Maroko dilanda cuaca ekstrem dan penurunan curah hujan yang menyebabkan banyak peternak gulung tikar. Sebagai akibatnya, populasi kambing dan domba—hewan yang umum digunakan untuk kurban—mengalami penurunan signifikan.

Menurut laporan dari Dewan Tinggi Perencanaan (HCP), jumlah ternak menurun hampir 30% dalam dua tahun terakhir, yang kemudian menyebabkan harga hewan kurban melonjak tajam hingga tidak terjangkau oleh mayoritas warga.

“Jika tidak ada intervensi dari pemerintah, harga hewan kurban akan naik dua kali lipat dibanding tahun lalu. Kami tidak ingin masyarakat terbebani atau jatuh miskin karena memaksakan diri berkurban,” jelas Menteri Urusan Sosial dan Keluarga, Fatima Zahra El Mansouri.

 

Keputusan pemerintah ini memunculkan perdebatan sengit di tengah masyarakat Maroko. Sebagian besar warga merasa kecewa karena mereka telah menabung sepanjang tahun demi melaksanakan ibadah kurban.

Namun, Majelis Tinggi Ulama Maroko menyatakan dukungan terhadap kebijakan tersebut dengan catatan bahwa larangan ini tidak bersifat mutlak, melainkan situasional dan demi kemaslahatan umum.

“Islam mengajarkan fleksibilitas dalam kondisi darurat. Bila berkurban membahayakan kesehatan dan stabilitas masyarakat, maka penundaan atau larangan temporer diperbolehkan,” ujar Sheikh Mustapha Benhamza, anggota dewan ulama.

Sementara itu, organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah memberikan alternatif ibadah atau bantuan sosial, seperti distribusi daging oleh lembaga resmi atau penggantian hewan kurban dengan sedekah tunai untuk fakir miskin.


Maroko Bukan Negara Pertama Melarang Sembelih Kurban

Larangan berkurban di Maroko sejatinya bukan hal yang pertama di dunia Islam. Beberapa negara lain seperti Pakistan, India, dan Indonesia pernah menerapkan larangan atau pembatasan dalam konteks berbeda, terutama saat pandemi COVID-19 atau saat terjadi wabah PMK.

Yang membedakan, di Maroko larangan ini berlaku nasional, bukan hanya pada wilayah tertentu. Hal ini menunjukkan tingkat kekhawatiran pemerintah yang tinggi terhadap potensi dampak besar dari ritual tahunan tersebut jika tetap dilakukan dalam kondisi seperti sekarang.


Keputusan ini tentu saja memengaruhi roda perekonomian masyarakat, terutama bagi peternak, pedagang hewan, dan tukang jagal yang menggantungkan pendapatan dari musim kurban.

Asosiasi Peternak Domba dan Kambing Maroko menyebutkan bahwa mereka mengalami kerugian hingga 45% dari total pendapatan tahunan karena penurunan permintaan hewan kurban.

“Kami memahami alasan kesehatan, tapi kami juga berharap pemerintah memberi kompensasi dan solusi jangka panjang agar sektor peternakan tidak hancur,” ujar Ahmed Salim, ketua asosiasi tersebut.

Di sisi lain, sektor distribusi pangan juga terdampak karena sebagian besar daging hasil kurban biasanya didistribusikan kepada keluarga miskin. Jika daging kurban tidak tersedia, maka potensi penurunan konsumsi protein hewani di kalangan warga miskin bisa terjadi.


Reaksi Islam Negara Maroko Larang Berkurban 

Keputusan Maroko ini juga menjadi perhatian dunia Islam. Beberapa tokoh dan lembaga keagamaan dari negara lain menyatakan keprihatinan, namun tetap menghormati otoritas nasional yang bertanggung jawab atas kesehatan dan ketertiban umum.

Beberapa ulama internasional, termasuk dari Majelis Ulama Mesir (Dar Al-Ifta') dan Dewan Fiqih Islam Internasional, menyatakan bahwa dalam Islam terdapat prinsip darurat yang membolehkan penangguhan ibadah secara temporer jika ada bahaya besar yang mengancam nyawa atau stabilitas umat.


Sebagai solusi, pemerintah Maroko mendorong umat Muslim untuk berpartisipasi dalam program kurban kolektif atau kurban virtual, di mana penyembelihan dilakukan oleh lembaga resmi dengan kontrol ketat dari dinas kesehatan hewan.

Langkah ini diharapkan mampu menekan penyebaran penyakit hewan dan tetap menjaga keberlangsungan nilai ibadah dan solidaritas sosial yang melekat dalam tradisi kurban.

Program ini akan dikoordinasikan oleh Organisasi Amal Nasional dan Palang Merah Maroko, bekerja sama dengan Departemen Agama dan Pertanian. Pemerintah juga membuka rekening khusus bagi masyarakat yang ingin berdonasi setara nilai hewan kurban, yang hasilnya akan disalurkan dalam bentuk bantuan pangan.



Larangan berkurban di Maroko merupakan keputusan sulit yang diambil di tengah kondisi luar biasa. Meski banyak yang kecewa, namun langkah ini diambil dengan mempertimbangkan keselamatan masyarakat, stabilitas ekonomi peternak, dan potensi penyebaran wabah penyakit hewan.

Pemerintah berkomitmen bahwa larangan ini tidak akan diberlakukan secara permanen, dan berharap masyarakat bisa memahami bahwa niat dan keikhlasan berkurban tetap mendapat pahala, meski tanpa penyembelihan langsung.

Dalam konteks modern, keputusan Maroko ini menjadi cermin tantangan kontemporer dalam mengelola ibadah umat di tengah krisis global—di mana fleksibilitas dan kebijaksanaan tetap dibutuhkan demi kemaslahatan bersama.



#LaranganKurbanMaroko #IdulAdha2025 #WabahPMK #KrisisTernakMaroko #BeritaIslamInternasional #BeritaMaroko #BeritaDuniaMuslim


Rate This Article

Thanks for reading: Mengapa Maroko Melarang Masyarakat Berkurban, Sorry, my English is bad:)

Getting Info...

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.