![]() |
Beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia diramaikan oleh dua isu besar namun sangat berbeda konteks: viral istilah “odol di penjara” dan aksi demo besar-besaran para sopir truk menolak kebijakan Zero ODOL dari pemerintah. Sekilas, dua isu ini tidak memiliki kaitan apapun. Namun, karena keduanya mengandung kata “odol”, jagat media sosial pun menggiring keduanya ke dalam ruang sindiran, meme, bahkan perbincangan yang kadang melenceng dari substansi.
Di satu sisi, “odol di penjara” merupakan istilah yang mencuat dari dunia maya, terutama TikTok dan X (Twitter), sebagai bahasa slang yang merujuk pada praktik hubungan sesama jenis antar narapidana. Istilah ini muncul dari konten viral para mantan narapidana yang menceritakan kehidupan mereka di balik jeruji, lengkap dengan istilah-istilah khas. Meskipun viral, konten seperti ini mendapat banyak kritik karena dinilai tidak mendidik, vulgar, dan berpotensi menormalisasi perilaku menyimpang.
Di sisi lain, demo sopir truk terkait kebijakan ODOL (Over Dimension Over Loading) adalah isu serius yang melibatkan hajat hidup ribuan pekerja logistik. Kebijakan Zero ODOL yang akan diterapkan mulai akhir 2025 bertujuan untuk mengurangi kecelakaan dan kerusakan jalan akibat truk bermuatan dan berdimensi melebihi batas. Namun, implementasi aturan ini mendapat penolakan dari sopir dan pengusaha kecil yang merasa terbebani.
Artikel ini akan mengulas kedua isu secara mendalam: mulai dari arti dan latar belakang istilah “odol di penjara”, penjelasan resmi tentang kebijakan Zero ODOL, hingga bagaimana keduanya disatukan oleh masyarakat lewat sindiran tajam di media sosial. Mari kita kupas satu per satu dengan data yang valid dan terpercaya.
Apa Itu “Odol di Penjara” yang Viral?
Istilah “odol di penjara” bukanlah kata resmi dalam dunia hukum maupun kriminal. Istilah ini berasal dari bahasa gaul yang digunakan oleh para narapidana atau mantan napi untuk menyebut praktik hubungan seksual sesama jenis di dalam penjara. Fenomena ini menjadi viral setelah banyak eks-napi membagikan kisahnya melalui TikTok dan platform lainnya dengan gaya yang menarik perhatian netizen, meski substansinya memicu kontroversi.
Konten tersebut biasanya disampaikan dengan bahasa kode, termasuk istilah “odol”, “dibes”, atau “kena odol”, yang semuanya menyiratkan peristiwa seksual yang terjadi karena tekanan sosial atau minimnya pilihan dalam penjara. Meskipun banyak yang menyampaikan kisahnya dengan alasan edukasi, tak sedikit pula yang menuai kritik karena dianggap melecehkan etika publik dan membawa konten yang tidak layak ke ruang digital terbuka.
Fenomena ini memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh algoritma media sosial yang lebih menyukai konten sensasional daripada edukatif. Akibatnya, konten-konten “odol” ini mendapatkan jutaan tayangan, padahal ada isu yang jauh lebih penting dan menyentuh kehidupan rakyat banyak yang justru luput dari perhatian publik.
Apa Itu ODOL dan Mengapa Sopir Truk Berdemo?
Berbeda dengan istilah viral “odol di penjara”, ODOL dalam konteks sopir truk adalah singkatan resmi dari Over Dimension Over Loading. Istilah ini mengacu pada kendaraan niaga yang melebihi dimensi dan kapasitas muatan yang diizinkan oleh undang-undang. Kebijakan Zero ODOL adalah langkah pemerintah untuk melarang total praktik tersebut demi keselamatan pengguna jalan dan mengurangi kerusakan infrastruktur.
Menurut data Bappenas, truk ODOL menyumbang 10,5% dari total kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Selain itu, negara harus mengeluarkan dana sebesar Rp 41–43 triliun per tahun hanya untuk perbaikan jalan yang rusak akibat beban berlebih. Melalui Permenhub No. 60 Tahun 2019 dan UU No. 22 Tahun 2009, pemerintah mengatur batas dimensi dan muatan kendaraan, serta memberikan sanksi hukum kepada pelanggar.
Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari ribuan sopir truk di berbagai daerah. Mereka menggelar demo pada Juni 2025, menuntut penundaan atau pembatalan aturan Zero ODOL yang akan ditegakkan akhir tahun. Para sopir mengaku terjepit antara tuntutan pengusaha logistik yang tetap ingin mengangkut muatan besar dan sanksi hukum dari aparat. Tanpa solusi transisi yang adil, mereka merasa terdzalimi oleh kebijakan yang hanya menyasar pihak kecil.
Kenapa Netizen Mengaitkan Keduanya?
Fenomena penggabungan dua isu ini terjadi murni karena permainan kata “odol” yang sama. Netizen mulai membuat meme, sindiran, dan komentar lucu seperti:
-
“Yang kena ODOL malah gak viral, yang cerita diodol justru FYP.”
-
“Negara sibuk urus odol di penjara, padahal sopir ODOL lagi demo mati-matian.”
-
“ODOL yang ini muatan berlebih, ODOL yang sana beban batin.”
Sindiran ini memperlihatkan kegelisahan publik bahwa isu remeh atau sensasional justru lebih cepat viral dibanding isu serius yang menyangkut mata pencaharian banyak orang. Fenomena ini juga menunjukkan bagaimana media sosial mampu membentuk persepsi publik yang tidak selalu adil atau proporsional terhadap suatu isu.
Penegakan Zero ODOL: Jadwal dan Aturan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan dan kepolisian mulai menerapkan tahapan penindakan ODOL sebagai berikut:
-
Sosialisasi: 1–30 Juni 2025
-
Peringatan dan edukasi: 1–13 Juli 2025
-
Penindakan hukum: 14–27 Juli 2025, termasuk tilang dan tahan kendaraan
Sanksi untuk truk over dimension bisa mencakup tilang, penahanan kendaraan, bahkan kurungan 1 tahun dan denda hingga Rp 24 juta. Penindakan ini dilakukan sebagai respons terhadap data kecelakaan dan kerusakan jalan yang terus meningkat akibat ODOL.
Namun, pihak sopir meminta pemerintah menyediakan solusi alternatif seperti penyesuaian tarif logistik, dukungan armada sesuai aturan, serta insentif bagi usaha kecil yang tidak mampu mengganti kendaraan mereka.
Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa istilah “odol di penjara” dan “ODOL sopir truk” adalah dua isu yang sama sekali berbeda, namun dikaitkan oleh masyarakat karena kemiripan istilah. Istilah pertama mencerminkan dinamika sosial dalam penjara yang viral karena gaya penyampaian yang sensasional. Sementara istilah kedua mencerminkan perjuangan nyata para pekerja logistik yang terkena dampak langsung kebijakan pemerintah.
Dalam dunia informasi digital saat ini, penting bagi masyarakat untuk bisa memilah mana isu yang serius dan berdampak langsung terhadap kehidupan luas, serta tidak terjebak dalam algoritma konten viral yang justru menjauhkan kita dari kepedulian sosial yang sesungguhnya.
Rate This Article
Thanks for reading: Mengupas Viral “Odol di Penjara” dan Demo Sopir Truk ODOL, Sorry, my English is bad:)