![]() |
Negeri Persia, yang kini dikenal sebagai Republik Islam Iran, adalah salah satu peradaban tertua dan paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Wilayah ini telah menjadi pusat ilmu, budaya, dan kekuasaan sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Namun, sejarah Persia tidak hanya dapat dijelaskan dari kacamata kronologis atau arkeologis semata. Dalam perspektif keimanan, khususnya Islam, Al-Qur’an juga menyiratkan beberapa episode penting yang berkaitan dengan wilayah Persia dan tokoh-tokohnya.
Dalam dunia Islam, tidak sedikit ulama dan mufasir (penafsir Al-Qur’an) yang mencoba memahami peristiwa-peristiwa besar Persia dalam kaca mata wahyu. Meski nama "Persia" atau "Iran" tidak disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an, banyak penafsiran menyatakan bahwa ayat-ayat tertentu mencerminkan interaksi bangsa Persia dengan umat Islam dan dengan sejarah kenabian.
Artikel ini akan mengupas tuntas sejarah Persia yang kini bernama Iran menurut Al-Qur’an, serta bagaimana peradaban tersebut dipahami dalam tafsir klasik dan modern. Kita akan membahas keterkaitan Persia dengan kisah para nabi, rujukan tersirat dalam Al-Qur’an, hingga pengaruh Persia terhadap perkembangan Islam pasca-wahyu.
Persia dalam Lintasan Sejarah Pra-Islam
Kekaisaran Achaemenid dan Zaman Nabi Musa AS
Persia telah menjadi pusat kekuasaan sejak berdirinya Kekaisaran Achaemenid oleh Cyrus Agung pada abad ke-6 SM. Dalam sejarah, kerajaan ini pernah menjadi penguasa terbesar di dunia dengan wilayah kekuasaan yang membentang dari India hingga Yunani.
Beberapa sejarawan Islam dan mufasir mengaitkan sosok Dzul Qarnain, yang disebut dalam Surah Al-Kahfi ayat 83–101, dengan Cyrus Agung. Meskipun ada juga pendapat lain yang mengaitkannya dengan Alexander Agung, banyak ilmuwan Muslim, seperti Sayyid Abul A'la Maududi dan Al-Allamah Thabathaba’i, cenderung pada pandangan bahwa Dzul Qarnain adalah Cyrus dari Persia. Alasannya adalah Cyrus dikenal sebagai raja adil yang membebaskan bangsa Yahudi dari penawanan Babilonia dan memungkinkan mereka kembali ke Yerusalem.
Surah Al-Kahfi dan Simbol Kekuasaan dari Timur
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Dzul Qarnain melakukan perjalanan ke barat dan ke timur, serta membangun dinding untuk melindungi kaum tertindas dari Ya’juj dan Ma’juj. Meskipun tidak menyebutkan Persia secara eksplisit, banyak ulama yang meyakini bahwa wilayah timur yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut merujuk pada kawasan Persia atau wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Iran modern.
Zoroaster dan Spiritualitas Persia Kuno
Sebelum kedatangan Islam, mayoritas masyarakat Persia menganut agama Zoroastrianisme yang dibawa oleh Nabi Zarathustra (Zoroaster). Agama ini mengajarkan konsep ketuhanan tunggal dalam sosok Ahura Mazda dan melawan kejahatan dalam bentuk Angra Mainyu.
Meskipun Zoroaster tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an, beberapa ulama berpendapat bahwa ia termasuk dalam kategori nabi yang tidak disebutkan namanya. Hal ini berdasarkan Surah Ghafir (40:78):
“Dan sungguh, telah Kami utus beberapa rasul sebelum engkau (wahai Muhammad); di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu…”
Bahkan dalam Surah Al-Hajj ayat 17, disebutkan kelompok Majusi secara eksplisit:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi’in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, sesungguhnya Allah akan memisahkan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu."
Majusi di sini dianggap merujuk pada penganut Zoroastrianisme, yang dominan di Persia sebelum Islam masuk.
Persia dalam Masa Dakwah Nabi Muhammad SAW
Kisra Persia dan Surat Rasulullah
Dalam masa kenabian, Nabi Muhammad SAW mengirim surat dakwah Islam kepada berbagai penguasa besar, salah satunya adalah Kisra (Khosrow II), raja Persia saat itu. Surat Nabi yang mengajak masuk Islam tersebut justru dirobek oleh Kisra, yang menunjukkan penolakannya terhadap ajaran Islam.
Sebagai respon atas tindakan itu, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa kerajaannya akan hancur. Dan benar saja, tidak lama kemudian, Kekaisaran Sassanid mengalami kemunduran dan akhirnya jatuh oleh ekspansi Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Referensi Tersirat di Al-Qur’an
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut Persia, Surah Ar-Rum (30:1–5) memberikan gambaran penting mengenai pertempuran antara Bizantium (Romawi Timur) dan Persia:
“Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang paling dekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.”
Ayat ini diturunkan saat Romawi dikalahkan oleh Persia. Namun Allah menyatakan bahwa dalam beberapa tahun, Romawi akan menang kembali. Peristiwa ini terjadi dan menjadi salah satu mukjizat prediktif Al-Qur’an.
Persia dan Peradaban Islam Setelah Penaklukan
Setelah kekalahan Sassanid oleh kaum Muslimin pada Pertempuran Qadisiyyah dan Nahawand, wilayah Persia menjadi bagian dari kekhalifahan Islam. Yang menarik, bangsa Persia justru menjadi salah satu penyumbang terbesar peradaban Islam.
Pengaruh Ilmuwan Persia
Banyak ilmuwan Muslim terkemuka berasal dari Persia atau keturunan Persia, seperti:
-
Imam Al-Ghazali (Ahli fiqih dan filsafat)
-
Al-Khwarizmi (Penemu aljabar)
-
Ibn Sina (Tokoh kedokteran dan filsafat)
-
Ferdowsi (Penulis epik Shahnameh)
Peradaban Persia membawa kekayaan bahasa, seni, sastra, arsitektur, hingga sistem pemerintahan ke dalam dunia Islam.
Tafsir Persia Di Al-Qur’an
Wilayah Persia juga menjadi pusat penting perkembangan tafsir Al-Qur’an. Ulama seperti Fakhruddin Ar-Razi menulis karya monumental Tafsir al-Kabir, sedangkan tafsir dari kalangan Syiah juga berkembang di wilayah ini, seperti Tafsir al-Mizan oleh Allamah Thabathaba’i.
Persia dalam Eschatologi Islam
Dalam tradisi hadis dan tafsir, terdapat ramalan-ramalan eskatologis (akhir zaman) yang menyebutkan bangsa timur akan memiliki peran besar dalam kebangkitan Islam.
Hadis riwayat Abu Hurairah menyatakan:
“Jika iman tergantung di bintang Tsurayya, niscaya akan ada dari Persia yang akan mencapainya.” (HR Muslim)
Ini sering ditafsirkan sebagai isyarat bahwa orang Persia akan memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan ajaran Islam, terutama dalam aspek intelektual.
Dari Persia ke Republik Islam Iran
Pada tahun 1935, Reza Shah mengganti nama resmi negara dari Persia menjadi Iran, yang berasal dari kata “Aryānām” (tanah orang Arya). Transformasi ini tidak hanya simbolik, tapi juga mencerminkan upaya untuk menyatukan identitas nasional dan agama.
Setelah Revolusi Islam 1979, Iran menjadi negara Islam pertama yang secara resmi diperintah oleh ulama (wilayat al-faqih), menjadikan warisan spiritual Persia bertaut erat dengan politik Islam modern.
Kesimpulan: Persia dalam Cahaya Wahyu dan Sejarah
Persia yang kini menjadi Iran adalah contoh nyata bagaimana suatu bangsa bisa bertransformasi dari peradaban kuno penyembah api menjadi pusat intelektual Islam. Meski tidak selalu disebut secara langsung dalam Al-Qur’an, banyak ayat dan tafsir memberikan gambaran tersirat tentang hubungan Persia dengan sejarah kenabian, dakwah, dan akhir zaman.
Dari Cyrus sang Dzul Qarnain, Zoroaster yang mungkin termasuk nabi, hingga Kisra yang menolak risalah Nabi Muhammad SAW, semua menempatkan Persia sebagai salah satu poros penting dalam kisah umat manusia menurut Al-Qur’an.
Rate This Article
Thanks for reading: Sejarah Persia yang Kini Bernama Iran Menurut Al-Qur’an, Sorry, my English is bad:)