![]() |
Perbedaan harga LPG melon di Madiun dan Kalimantan barat |
Gas LPG 3 kg atau yang populer disebut "LPG melon" adalah salah satu kebutuhan pokok rumah tangga di Indonesia, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Produk ini didistribusikan secara bersubsidi oleh pemerintah dengan tujuan meringankan beban ekonomi warga kurang mampu agar tetap dapat mengakses energi untuk memasak sehari-hari. Namun, dalam praktiknya, ketersediaan dan harga gas LPG melon sering menjadi polemik di berbagai daerah.
Sejak diperkenalkan secara masif oleh pemerintah dalam program konversi dari minyak tanah ke LPG pada pertengahan tahun 2000-an, gas LPG melon telah menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat Indonesia. Terutama bagi keluarga-keluarga yang mengandalkan penghasilan pas-pasan, kehadiran LPG 3 kg sangat membantu mengurangi beban pengeluaran rumah tangga. Harga eceran tertinggi (HET) LPG melon sebenarnya telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menjamin keterjangkauan harga. Namun, realisasi di lapangan kerap jauh dari harapan.
Ironisnya, harga LPG melon yang seharusnya terjangkau, kini sering kali mengalami fluktuasi liar, bahkan melebihi batas wajar, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan luar Jawa. Masalah distribusi, infrastruktur, serta kemungkinan adanya permainan harga oleh pihak-pihak tertentu, menjadi penyebab utama perbedaan harga yang sangat mencolok antar daerah.
Contoh nyata dari ketimpangan ini dapat dilihat antara Kota Madiun di Jawa Timur dan Kecamatan Airupas di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Di Madiun, harga LPG melon masih relatif sesuai dengan ketentuan pemerintah, yaitu berkisar Rp22.000 per tabung. Namun di Airupas, harga LPG melon bisa mencapai Rp45.000 per tabung—lebih dari dua kali lipat harga di Madiun.
Fenomena ini bukan hanya mencerminkan ketidakadilan dalam distribusi subsidi, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas pengawasan pemerintah dalam menjaga ketersediaan dan harga gas bersubsidi di seluruh pelosok Tanah Air. Bagi masyarakat di Kalimantan Barat, kondisi ini sangat membebani, terutama di tengah kondisi ekonomi pasca-pandemi yang belum sepenuhnya pulih.
Bukan hanya dari sisi harga, tetapi juga dari sisi distribusi, warga Kalimantan Barat sering mengeluhkan kelangkaan LPG melon. Ketika pasokan terbatas dan permintaan tinggi, hukum pasar mengambil alih: harga melambung, dan subsidi tidak lagi terasa. Dalam kondisi seperti itu, subsidi menjadi hanya angan-angan di atas kertas, sementara rakyat kecil tetap harus merogoh kocek dalam-dalam demi bisa memasak makanan sehari-hari.
Situasi ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pertamina sebagai pihak penyedia LPG, serta pihak terkait lainnya. Ketika LPG melon yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu justru lebih mahal di daerah-daerah dengan tingkat ekonomi rendah, maka ada yang tidak beres dalam sistem distribusi dan pengawasannya. Hal ini juga menjadi indikator bahwa tujuan awal dari subsidi LPG, yaitu pemerataan akses energi, belum sepenuhnya tercapai.
Dalam konteks keadilan sosial dan ekonomi, perbedaan harga yang begitu mencolok antara daerah satu dan lainnya tidak bisa dianggap sepele. Selain membebani masyarakat, kondisi ini juga membuka celah untuk praktik-praktik ilegal seperti penimbunan, pengoplosan, hingga penjualan di luar jalur resmi. Bila tidak segera ditangani, masalah ini bisa berkembang menjadi krisis energi bersubsidi yang sistemik dan mengakar.
Lalu, mengapa harga LPG melon di Madiun bisa jauh lebih murah dibandingkan di Kalimantan Barat? Apa saja faktor penyebabnya? Dan bagaimana reaksi masyarakat serta tanggapan pemerintah daerah masing-masing? Mari kita telusuri lebih jauh dalam bagian berikut ini.
Perbedaan Harga LPG Melon di Madiun dan Kalimantan Barat: Potret Kesenjangan Subsidi Energi
Perbedaan harga LPG melon 3 kg di berbagai wilayah Indonesia sebenarnya bukan hal baru, namun lonjakan harga yang terjadi di beberapa daerah luar Jawa semakin memprihatinkan. Seperti yang terjadi saat ini, harga gas LPG melon di Kota Madiun hanya berkisar Rp22.000 per tabung, sedangkan di Kecamatan Airupas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, harganya menyentuh angka Rp45.000.
Harga LPG melon di Madiun: Sesuai HET, Stabil, dan Terkendali
Di Kota Madiun, distribusi LPG melon relatif lancar. Berdasarkan pengamatan lapangan dan laporan dari masyarakat setempat, harga eceran LPG melon masih berada di kisaran Rp22.000 hingga Rp23.000. Hal ini sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Distribusi yang tertata, pengawasan dari dinas perdagangan, serta jarak yang relatif dekat dari depot utama Pertamina menjadi alasan utama stabilitas harga tersebut. Selain itu, pengawasan dari Satgas Pangan dan dukungan dari aparat penegak hukum juga turut mencegah terjadinya spekulasi harga dan penimbunan.
Harga LPG melon di Airupas, Kalimantan Barat: Dua Kali Lipat Lebih Mahal
Beralih ke Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Airupas, harga LPG melon melambung tinggi hingga Rp45.000 per tabung. Kenaikan ini tidak hanya melampaui HET, tetapi juga menunjukkan lemahnya kontrol distribusi dan pasokan di wilayah tersebut.
Masyarakat setempat mengaku kesulitan mendapatkan LPG melon dengan harga normal. Bahkan, sering kali mereka harus membelinya dari pengecer yang menaikkan harga karena alasan biaya transportasi dan kelangkaan pasokan. Ketika stok LPG melon menipis di agen resmi, warga terpaksa beralih ke penjual tidak resmi dengan harga jauh lebih mahal.
Menurut beberapa warga, kondisi ini bukan hal baru, melainkan sudah terjadi selama bertahun-tahun tanpa solusi yang nyata dari pemerintah daerah maupun pusat. Infrastruktur jalan yang belum memadai, jarak tempuh distribusi yang jauh, serta keterbatasan agen resmi menjadi alasan klasik yang selalu dijadikan pembenaran atas tingginya harga.
Reaksi Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Perbedaan harga ini tentu saja menuai reaksi keras dari masyarakat. Di Madiun, warga masih merasa terbantu dengan adanya subsidi LPG melon karena harganya masih terjangkau. Sementara di Kalimantan Barat, warga mempertanyakan efektivitas subsidi yang dijanjikan pemerintah. Bagi mereka, subsidi itu tidak pernah sampai ke tangan konsumen karena harga sudah terlebih dahulu membengkak di tingkat pengecer.
Pemerintah daerah Kalimantan Barat melalui dinas terkait telah mengakui bahwa distribusi LPG melon di daerah pelosok memang masih menjadi tantangan besar. Namun, hingga kini, belum ada langkah konkret yang benar-benar efektif untuk mengatasi disparitas harga ini. Beberapa usulan seperti penambahan agen distribusi dan perbaikan infrastruktur memang telah diajukan, namun realisasinya masih sangat lambat.
Penutup: Pemerintah Harus Hadir, Rakyat Tak Boleh Dikorbankan
Perbedaan harga LPG melon antara Madiun dan Airupas adalah simbol nyata dari ketimpangan dalam pelaksanaan subsidi energi. Jika subsidi hanya terasa di kota-kota besar atau di Pulau Jawa, maka cita-cita keadilan sosial belum sepenuhnya terwujud. Pemerintah pusat bersama Pertamina dan pemerintah daerah harus bekerja lebih serius dalam memastikan bahwa gas LPG melon benar-benar sampai ke tangan masyarakat kecil dengan harga yang semestinya.
Tanpa pengawasan yang ketat, tanpa perbaikan infrastruktur distribusi, dan tanpa niat baik dari semua pihak, maka masyarakat di pelosok seperti Airupas akan terus menjadi korban dari sistem yang timpang ini. Sudah saatnya subsidi tak hanya jadi wacana, tapi benar-benar terasa di seluruh penjuru negeri.
Rate This Article
Thanks for reading: Perbedaan Harga LPG Melon Di Kalimantan Barat Dan Madiun, Sorry, my English is bad:)